1. Arab
Pra-Islam
i. Kondisi Geo-Politik
Arab. Letaknya
yang dekat persimpangan ketiga benua, semenanjung Arab menjadi dunia yang paling
mudah dikenal di alam ini. Dibatasi oleh Laut Merah ke sebelah barat, Teluk
Persia ke sebelah Timur, Lautan India ke sebelah selatan, Suriah dan Mesopotamia
ke utara, dahulu merupakan tanah yang gersang tumbuh-tumbuhan di Pegunungan
Sarawat yang melintasi garis pantai sebelah barat. Meski tidak banyak perairan,
beberapa sumbernya terdapat di bawah tanah yang membuat ketenangan dan sejak
dulu berfungsi sebagai urat nadi permukiman manusia dan
kafilah-kafilah.
Semenanjung
Arabia dihuni sejak
hari-hari pertama dalam catatan sejarah. Sebenarnya penduduk teluk Persia telah
membangun negara perkotaan, city-state, sebelum abad ketiga S.M.1 Para ilmuwan menganggap wilayah tersebut sebagai
tempat kelahiran suku bangsa Semit, meski sebenarnya tak ada kata mufakat di
antara mereka. Istilah Semit mencakup: Babilonia (pendapat Von Kremer,
Guide, dan
Hommel);2 semenanjung Arabia
(Sprenger, Sayce, De Goeje, Brockelmann, dan lain-lain);3 Afrika (Noldeke dan lain-lain);4 Amuru (A.T. Clay);5 Armenia (John Peaters);6 bagian sebelah selatan
semenanjung of Arabia (John Philby);7 dan Eropa (Ungnand).8
Phillip Hitti, dalam karyanya yang berjudul, Sejarah Bangsa Arab,
menyebut,
"Kendati istilah
semi tmuncul
belakangan di kalangan masyarakat Eropa, hal tersebut biasanya dialamatkan pada
orang-orang Yahudi karena yang terkonsentrasi di Amerika. Sebenarnya lebih tepat
ditujukan pada penduduk bangsa Arab yang, lebih dari kelompok manusia lain,
telah mendapat ciri bangsa Semit secara fisik, kehidupan, adat istiadat, cara
berpikir
dan bahasa.
Orang-orang Arab masih tetap sama sepanjang pencatatan sejarah."9
Hampir semua
hipotesis asal-usul kesukuan lahir dari kajian di bidang bahasa mengambil sumber
informasi dari Kitab Perjanjian Lama,10 yang kebanyakan tidak bersifat ilmiah
serta didukung oleh bukti sejarah yang akurat. Misalnya, Kitab Perjanjian Lama
memasukkan bangsa lain yang pada hakikatnya bukan bangsa Semit seperti Alamite
dan Ludim, di waktu yang sama tidak mengikutsertakan beberapa bangsa Semit lain
seperti Funisia dan Kanaan.11
Melihat pendapat yang beragam, saya lebih cenderung
menerima bahwa kaum Semit muncul dari kalangan bangsa Arab. Menjawab pertanyaan
siapa sebenarnya bangsa Semit dan siapa yang bukan, Bangsa Arab dan
Israel memiliki keturunan asal usul serumpun
melalui Nabi Ibrahim.12
ii. Nabi Ibrahim dan Kota
Mekah
Dalam waktu
yang ditetapkan
dalam sejarah, Allah memberi karunia kepada Nabi Ibrahim seorang putra, Isma'il,
pada usia lanjut. Ibunya, Siti Hajar, seorang hamba yang dihadiahkan Pharos
kepada Sarah. Kelahiran Isma'il membuat Sarah cemburu luar biasa di mana ia
meminta agar Ibrahim memutus hubungan persaudaraan wanita tersebut dengan
putranya.13
Melihat adanya perselisihan dalam keluarga, ia membawa Siti
Hajar dan Isma'il ke tanah Mekah yang tandus, lembah yang amat panas dan tak
berpenduduk, serta kekurangan makanan dan minuman. Saat mulai tinggal, Siti
Hajar melempar pandangan pada tanah kosong yang ada di sekelilingnya dengan
perasaan tak menentu disertai pertanyaan kepada Ibrahim apakah ia telah
meninggalkan mereka. la tak menjawab. Lalu ia bertanya adakah
ini perintah Allah? Ibrahim lalu mengiyakan. Mendengar jawaban itu ia berkata,
"Jika demikian halnya, Tuhan tak akan membuat kita sia-sia." Pada akhirnya, air
Zamzam menyembur dari dalam tanah gersang membasahi kaki si kecil, Isma'il. Mata
air itulah yang membuat tempat itu sebagai permukiman yang dihuni pertama kali
oleh kabilah Jurhum.14
Beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim, saat mengunjungi putranya, memberi
tahu tentang sebuah pandangan pemikiran:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersamasama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka Pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang dipertanyakan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orangorang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan saya panggilah dia, 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,' sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benarbenar sesuatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."15 |
Nabi
Ibrahim dan Isma'il
menerima perintah ketuhanan guna membangun tempat suci pertama di muka bumi
sebagai tempat menyembah Allah,
"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."16 |
Bakkah sebuah ungkapan kata lain dari kota Mekah, dari atas batu itulah ayah dan putranya
memusatkan perhatian pada pembangunan Ka'bah yang suci dengan sikap ketakwaan seorang
yang telah menghadapi cobaan yang sangat berat dan mampu menghadapinya karena
`inayah Allah. Setelah menyelesaikan bangunan itu, Nabi Ibrahim lalu
berdoa,
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. "17 |
Tidak lama
kemudian doa yang disemburkan mulai membuahkan hasil dan Mekah tidak lagi
terpencil; kehidupan semakin berkembang dengan adanya tempat suci Allah, air
zamzam, dan penduduknya mulai menuai kesuburan. Kemudian menjadi pusat lintas
perdagangan ke Suriah, Yaman, Ta'if, dan Najd,18 dan penyebab utama di mana dari masa ke masa,
para kaisar dari Aellius Gallus hingga Nero ingin menyebarkan pengaruh di
persinggahan penting kota Mekah dengan mencurahkan segala upaya guna mencapai
tujuan tersebut.19
Tampaknya terdapat
pula gerakan kependudukan lain di semenanjung Arab. Perlu dicatat, di sana terdapat para pengungsi
bangsa Yahudi, beberapa abad kemudian, memperkenalkan agamanya pada masa
pengasingan orangorang Babilonia. Mereka kemudian menetap di Yathrib (Madinah
sekarang), Khaebar, Taima', dan Fadak pada tahun 587 sebelum masehi dan tahun 70
Masehi.20 Suku bangsa Nomad
terus mengalami perubahan. Suku bangsa Tha 'liba dari keturunan Qahtan juga
tinggal di Madinah. Di antara anak cucu keturunan mereka adalah kabilah Aws dan
Khazraj, yang kemudian ke duanya lebih dikenal sebagai kaum al-Ansar'21 (pendukung utama Nabi Muhammad).
banu Harithah, yang kemudian dikenal sebagai banu Khuza'a, tinggal di Hejaz
menggantikan penduduk sebelumnya, banu Jurhum,22 yang kemudian menjadi pemelihara Baitullah
atau Ka'bah di Mekah. Merekalah yang harus memikul tanggung jawab karena
melahirkan sistem keberhalaan.23 Bani Lakham,
kabilah lain dari Qahtan, menetap di Hira (Kufa, sekarang Irak) di mana
mereka mendirikan sebuah negara kecil sebagai penahan antara Jazirah Arabia dan
Persia (200-602 masehi).24 Bani
Ghassan menetap di Suriah sebelah bawah dan mendirikan kerajaan Ghassan, sebuah
negeri penahan antara Byzantin dan Arab, yang berakhir hingga tahun 614
masehi.25 Bani Tay menduduki
daerah pegunungan Tayy sedang ban! Kinda menetap di pusat Arab.26 Gambaran
secara umum dari semua kabilah tersebut merupakan jalur keturunan Nabi Ibrahim
melalui Nabi Isma'il.27
Bab ini tidak
dimaksudkan hendak memberi gambaran tentang kota Mekah sebelum Islam, sekadar
pendahuluan akan adanya hubungan nenek moyang anggota keluarga Nabi Muhammad.
Untuk mempersingkat, saya akan mengungkap dan melacak kelahiran Qusayy, para
kakek Nabi Muhammad.
iii. Qusayy Sebagai Penguasa Kota
Mekah
Ratusan tahun
sebelum kelahiran Nabi Muhammad Qusayy. dikenal sebagai orang yang amat cerdas, perkasa serta memiliki kemampuan
administrasi yang tinggi dan mencuat dalam jajaran pentas politik kota Mekah.
Mengambil faedah dari kepentingan Byzantin di Mekah waktu itu, la minta
pertolongan mereka dalam menguasai kota Mekah dengan mengesampingkan
pengaruh Byzantin dengan tidak menghiraukan kepentingan wilayah mereka.28
Qusayy menikahi Hubba bint Hulail, putri kepala Suku
Khuza'i di Mekah;
kematiannya memberi peluang menaiki tahta kekuasaan dan menyerahkan
pemeliharaan kota Mekah pada anak cucu keturunannya.30
Kabilah Quraish terpencar ke seluruh wilayah yang pada
akhirnya semua memasuki kota Mekah dan menyatu di bawah komando
kepemimpinannya.31
iv. Mekah: Sebuah Masyarakat
Kabilah
Meski disebut
sebagai kota negara,
city-state, Mekah
tetap merupakan masyarakat kesukuan hingga akhir penaklukannya pada masa Nabi
Muhammad. Sistem kependudukan masyarakat dibangun menurut kabilah dimana
anak-anak dari satu suku dianggap saudara yang memiliki pertalian hubungan
darah. Seorang Arab tidak akan dapat memahami pemikiran negara kebangsaan
melainkan dalam konteks sistem kesukuan (kabilah),
"Adalah hubungan
negara kebangsaan yang mengikat keluarga ke dalam kesukuan,sebuah negara yang
didasarkan pada hubungan darah daging seperti halnya negara kebangsaan yang
dibangun di atas garis keturunan. Adalah hubungan kekeluargaan yang mengikat
semua individu ke dalam negara dan kesatuan. Hal ini dianggap sebagai agama
kebangsaan dan hukum perundangan-undangan yang telah mereka sepakati."32
Setiap anggota
merupakan asset
seluruh kabilah di mana munculnya seorang penyair kenamaan misalnya, ahli
perang pemberani, orang terkenal dalam kebaikan dalam satu kabilah, akan membuat
kehormatan dan nama baik seluruh garis keturunannya. Di antara tugas utama tiap
pendukung kesukuan adalah mempertahankan bukan saja terhadap anggotanya
melainkan setiap mereka yang secara sementara seperti tamu-tamu yang hadir di
bawah bendera kabilah. Memberi proteksi pada mereka merupakan suatu kehormatan
yang dicapai. Oleh karena itu, kota Mekah sebagai kota kenegaraan selalu siap
menyambut setiap pendatang menghadiri perayaan, melakukan ibadah haji,33 atau pun sekadar lewat dengan
rombongan berunta. Memberi pelayanan permintaan ini memerlukan keamanan dan
fasilitas yang memadai, dan, oleh karena itu institusi kemudian dibangun di kota
Mekah (di mana beberapa di antaranya oleh Qusayy sendiri):34 seperti Nadwa (lembaga
perkotaan), Mashura (dewan nasihat), Qiyada (kepemimpinan), Sadana
(adminstrasi kota suci), Hijaba (pemeliharaan Ka'bah), Siqaya
(pengadaan air minum buat para jemaah haji), Imaratul-bait
(pemeliharaan kesucian Ka'bah), Ifa`da (mereka yang berhak memberi
izin pada orang pertama yang melangkah dalam acara perayaan), Ijaza, Nasi
(institutsi penyesuaian kelender), Qubba (membuat tenda mengumpulkan
sumbangan bagi mengatasi keadaan darurat, A'inna (pemegang kendali kuda),
Rafada (pajak untuk membantu para jemaah haji yang miskin), Amwal
muhajjara (sedekah untuk kesucian), Aysar, Ashnaq (pembuat perkiraan
pertanggungan jawab keuangan) Hukuma (pemerintahan), Sifarah
(kedutaan), `Uqab (penentuan standar), Liwa (panji) dan
Hulwan-unnafr (mobilisasi kesejahteraan).
Tugas berat ini
menjadi tanggung jawab anak cucu keturunan Qusayy. Keturunan 'Abdul-Dar misalnya
mengambil alih tugas pemeliharaan Ka'bah, balai kelembagaan, dan hak-hak mengangkat panji
pada semua staf pada saat peperangan.35 'Abd-Manaf
mengatur hubungan luar negeri dengan penguasa Romawi, dan pangeran Ghassan.
Hashim (putra lelaki 'Abd-Manaf) mengadakan perjanjian dan dikatakan telah
menerima perintah dari kaisar memberi kekuasaan pada orang Quraish untuk
melakukan perjalanan melalui Suriah dalam keadaan aman."36 Hashim dan kelompoknya tetap mempertahankan
tugasnya sebagai kepala pengaturan makanan dan minuman untuk para jamaah haji.
Kekayaannya telah memberi peluang melayani para jamaah haji dengan kebesaran
seorang pangeran.37
Sewaktu melakukan
misi perdagangan ke Madinah, Hashim terpikat oleh seorang wanita bangsawan suku
Khazarite, Salma bint 'Amr. la menikah dan kembali bersamanya ke Mekah, namun saat
dalam keadaan hamil ia memilih kembali ke Madinah dan melahirkan seorang putra,
bernama Shaiba di sana. Hashim meninggal di Gaza pada saat melakukan misi
perdagangan,38 dan memberi kepercayaan pada saudaranya,
Muttalib, guna memelihara putranya39 yang saat itu, masih bersama sang ibu. Saat
melakukan perjalanan ke Madinah, Muttalib berselisih paham dengan janda Hashim
tentang penjagaan pemuda Shaiba, yang pada akhirnya ia berada pada pihak yang
menang. Dengan kembali bersama paman dan keponakannya ke Mekah, orang salah
pengertian dan mengira anak lelaki itu sebagai hamba Muttalib. Oleh sebab itu,
nama julukan Shaiba menjadi 'Abdul-Muttalib.40
Setelah meninggal
pamannya, 'Abdul-Muttalib, mewarisi tugas Siqaya (pengadaan air minum buat para jamaah haji)
dan Rafada (pengumpul bantuan keuangan untuk para jamaah haji
miskin).41 Setelah menemukan kembali sumur zamzam yang
mata airnya terbenam dan sudah terlupakan di bawah himpunan pasir beberapa tahun
lamanya, ia memperoleh kehormatan dan ketinggian menjadi gubernur kota Mekah.
Beberapa tahun sebelumnya ia pernah nazar bahwa jika ia diberi sepuluh orang
putra, ia akan mengorbankan satu di antara mereka demi sebuah patung berhala.
Sekarang, setelah diberi
v. Masa Qusayy Hingga Muhammad
keberkahan dengan
sejumlah putra seperti dikehendaki, 'Abdul-Mutallib berupaya memenuhi janjinya
dengan meminta pendapat Azlam42 agar memilih siapa di antara mereka yang
hendak dikorbankan. Nama anak termuda (yang paling digemari), 'Abdullah,
ternyata itu yang muncul. Pengorbanan kemunisaan dianggap suatu yang tidak
disenangi di kalangan orang Quraish, maka ia mengontak juru sihir yang, menurut
ramalan, 'Abdullah akan ditukar dengan seekor unta. Azlam kembali dihubungi, dan
nilai nyawa anak muda itu ditaksir dengan harga seratus
unta.
Karena luapan
kegembiraan melihat peristiwa tersebut 'Abdul-Muttalib membawa putranya,
'Abdullah, ke Madinah untuk mengunjungi beberapa kerabatnya. Di sanalah
`Abdullah mengawini Amina, sepupu perempuan Wuhaib yang merupakan tuan rumah dan memiliki
asal usul keturunan kabilah (saudara laki-laki Qusayy mendirikan kabilah bani
Zuhra dari suku Wuhaib). 'Abdullah menikmati kedamaian dalam keluarga beberapa
lama sebelum memulai misi perdagangan ke Syria. Malangnya sepanjang perjalanan
jatuh sakit.
la kembali ke
Madinah dan meninggal dunia di saat Amina mulai kehamilan
Muhammad.
vi. Kondisi Keagamaan di Jazirah
Arabia
Menjelang masa
kenabian Muhammad, Jazirah Arab tidak merasa akrab melihat semua bentuk
reformasi keagamaan. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tak
terusik, baik pada masa kehadiran permukiman kaum Yahudi maupun upaya-upaya
Kristenisasi yang muncul dari Syria dan Mesir. William Muir, dalam bukunya,
The Life of Mahomet, beralasan bahwa kehadiran kaum Yahudi atau keberadaan
mereka membantu menetralisasi tersebarnya ajaran Injil melalui dua tahap.
Pertama, dengan memperkuat diri sendiri di sebelah utara perbatasan Arab, dan
untuk itu, mereka membuat penghalang, barrier, antara ekspansi Kristen ke utara dan penghuni kaum
berhala di sebelah selatan. Kedua, para penyembah berhala bangsa Arab telah
melakukan kompromi dengan agama Yahudi dalam memasukkan cerita legendaris guna
menghabisi permintaan aneh-aneh agama Kristen.43 Saya tak dapat
menerima teori pendapat ini sama sekali. Menurut pengakuan bangsa Arab,
sebenarnya, sisa-sisa keagamaan monoteistik Nabi Ibrahim dan Isma'il yang telah
diubah oleh khurafat dan kebodohan. Cerita yang biasanya dimiliki oleh kaum Yahudi
dan orang Arab umumnya merupakan hasil keturunan nenek moyang
bersama.
Ajaran Kristen abad ke-7 itu sendiri
tenggelam dalatn perubahan dan mitos palsu dan terperangkap dalam stagnasi
secara total. Dulunya Bangsa Arab yang mengikuti agama Kristen bukan disebabkan
oleh sikap persuasif melainkan akibat kekejaman kekuasaan politik.44
Tak ada kekuatan yang dapat melumpuhkan para penyembah berhala bangsa Arab di
mana kemusyrikan mencengkeram begitu kuatnya. Lima abad lamanya upaya
Kristenisasi membuahkan hasil nihil. Perpindahan terhadap agama Kristen hanya
terbatas pada ban! Harith dari Najran, bani Hanifa dari Yamama, dan beberapa
bani Tayy di Tayma'.45 Dalam masa lima abad,
sejarah tidak mencatat adanya satu insiden apa pun yang menyangkut sikap
penyiksaan para misionaris Kristen. Di sini sarigat berbeda dari nasib yang
dialami oleh pengikut Muhammad sejak awal pertama di Mekah di mana kristenisasi
dipandang sebagai suatu hal yang menyusahkan dan mendapat sikap toleran,
sebaliknya Islam dianggap sebagai suatu yang membahayakan terhadap institusi
keberhalaan bangsa Arab.